Rabu, 13 Agustus 2014

Pantangan Makan Anak Autis

Anak autis selain faktor lingkungan yang mempengaruhi proses perkembangannya, juga faktor makanan yang dimakannya. Antara terapi yang diberikan harus juga sejalan dengan diet pada makanannya. Berdasarkan detikhealth.com tanggal 8 Agustus 2014, dijelaskan bahwa jenis makanan yang dianjurkan banyak mengandung omega 3 dan mineral

Ada banyak makanan yang menjadi pantangan bagi anak autis selain makanan yang dapat menimbulkan alergi juga makanan yang mengandung gluten dan kasein.
Pada anak autis mudah sekali terjadi hipersensitivitas karena makanan (mudah alergi), terutama yang memang tinggi kandungan alergennya. Sebab itu kenali makanan yang menyebabkan anak autis alergi, untuk menghindari pemberiannya.

Makanan yang mengandung gluten dan kasein adalah yang terutama untuk dihindari. Gluten adalah protein yang terdapat dalam gandum, barley dan tepung terigu, termasuk millet dan oat untuk sereal. Hampir semua jajanan yang ada disupermarket mengandung terigu, seperti aneka biskuit, roti, snack, dan lain-lain, makanan ini harus dihindari untuk diberikan. Kasein adalah protein yang ditemukan dalam banyak produk makanan berupa keju, yoghurt, susu sapi, susu kambing, susu domba dan ASI. 

Berdasarkan pengalaman penulis, yang kebetulan memiliki anak autis, saat anak diberikan produk makanan mengandung gluten dan kasein, maka timbul perubahan perilaku yang signifikan. Anak menjadi sulit konsentrasi, suka berbicara sendiri, lebih hiperaktif, dan sulit untuk tidur malam, padahal dari pagi sudah lelah dengan aktivitas. Hal ini pula yang dapat menghambat proses terapi yang diberikan.

Selain makanan yang mengandung gluten dan kasein, hindari pula makanan yang mengandung penyedap, pengawet dan pewarna makanan, biasanya banyak terdapat pada makanan dan minuman yang siap saji atau dalam kemasan.

Tanpa disiplin terhadap jenis makanan yang diberikan, maka kemajuan hasil dari terapi pada anak autis akan terhambat. Sejak maret 2014 penulis melakukan diet ketat terhadap gluten, kasein, penyedap, pewarna dan pengawet makanan, hal ini memperlihatkan kemajuan yang sangat signifikan terhadap konsentrasi belajar dan perilaku yang positif pada anak.










Jumat, 08 Agustus 2014

Terapi Anak Autis

       
 TERAPI ANAK AUTISM

       Autisme adalah kelainan perkembangan sistem saraf pada seseorang yang kebanyakan diakibatkan oleh faktor hereditas dan kadang-kadang telah dapat dideteksi sejak bayi berusia 6 bulan. Deteksi dan terapi sedini mungkin akan menjadikan si penderita lebih dapat menyesuaikan dirinya dengan yang normal. Kadang-kadang terapi harus dilakukan seumur hidup, walaupun demikian penderita Autisme yang cukup cerdas, setelah mendapat terapi Autisme sedini mungkin, seringkali dapat mengikuti Sekolah Umum, menjadi Sarjana dan dapat bekerja memenuhi standar yang dibutuhkan, tetapi pemahaman dari rekan selama bersekolah dan rekan sekerja seringkali dibutuhkan, misalnya tidak menyahut atau tidak memandang mata si pembicara, ketika diajak berbicara. Karakteristik yang menonjol pada seseorang yang mengidap kelainan ini adalah kesulitan membina hubungan sosial, komunikasi secara normal maupun memahami emosi serta perasaan orang lain.  
        Autisme merupakan salah satu gangguan perkembangan yang merupakan bagian dari kelainan spektum autis atau Autism Spectrum Disorders (ASD) dan juga merupakan salah satu dari lima jenis gangguan dibawah payung gangguan perkembangan saraf permasive atau Pervasive Development Disorder (PDD). Autisme bukanlah penyakit kejiwaan karena ia merupakan suatu gangguan yang terjadi pada otak sehingga menyebabkan otak tersebut tidak dapat berfungsi selayaknya otak normal dan hal ini termanifestasi pada perilaku penyandang autisme. Autisme adalah yang terberat di antara PDD.
       Gejala-gejala autisme dapat muncul pada anak mulai dari usia tiga puluh bulan sejak kelahiran hingga usia maksimal tiga tahun. Penderita autisme juga dapat mengalami masalah dalam belajar, komunikasi dan bahasa seseorang dikatakan menderita autisme apabila mengalami satu atau lebih dari karakteristik berikut: kesulitan dalam berinteraksi sosial secara kualitatif, kesulitan dalam berkomunikasi secara kualitatif, menunjukkan perilaku yang repetitif, dan mengalami perkembangan yang terlambat atau tidak normal. Berikut adalah terapi untuk anak autis:

1) Applied Behavioral Analysis (ABA)
ABA adalah jenis terapi yang telah lama dipakai , telah dilakukan penelitian dan didisain khusus untuk anak dengan autisme. Sistem yang dipakai adalah memberi pelatihan khusus pada anak dengan memberikan positive reinforcement (hadiah/pujian). Jenis terapi ini bias diukur kemajuannya. Saat ini terapi inilah yang paling banyak dipakai di Indonesia.

2) Terapi Wicara
Hampir semua anak dengan autisme mempunyai kesulitan dalam bicara dan berbahasa. Biasanya hal inilah yang paling menonjol, banyak pula individu autistic yang non-verbal atau kemampuan bicaranya sangat kurang.
Kadang-kadang bicaranya cukup berkembang, namun mereka tidak mampu untuk memakai bicaranya untuk berkomunikasi/berinteraksi dengan orang lain.
Dalam hal ini terapi wicara dan berbahasa akan sangat menolong.

3) Terapi Okupasi
Hampir semua anak autistik mempunyai keterlambatan dalam perkembangan motorik halus. Gerak-geriknya kaku dan kasar, mereka kesulitan untuk memegang pinsil dengan cara yang benar, kesulitan untuk memegang sendok dan menyuap makanan kemulutnya, dan lain sebagainya. Dalam hal ini terapi okupasi sangat penting untuk melatih mempergunakan otot -otot halusnya dengan benar.

4) Terapi Fisik
Autisme adalah suatu gangguan perkembangan pervasif. Banyak diantara individu autistik mempunyai gangguan perkembangan dalam motorik kasarnya.

Kadang-kadang tonus ototnya lembek sehingga jalannya kurang kuat. Keseimbangan tubuhnya kurang bagus. Fisioterapi dan terapi integrasi sensoris akan sangat banyak menolong untuk menguatkan otot-ototnya dan memperbaiki keseimbangan tubuhnya.

5) Terapi Sosial
Kekurangan yang paling mendasar bagi individu autisme adalah dalam bidang komunikasi dan interaksi . Banyak anak-anak ini membutuhkan pertolongan dalam ketrampilan berkomunikasi 2 arah, membuat teman dan main bersama ditempat bermain. Seorang terqapis sosial membantu dengan memberikan fasilitas pada mereka untuk bergaul dengan teman-teman sebaya dan mengajari cara2nya.

6) Terapi Bermain
Meskipun terdengarnya aneh, seorang anak autistik membutuhkan pertolongan dalam belajar bermain. Bermain dengan teman sebaya berguna untuk belajar bicara, komunikasi dan interaksi social. Seorang terapis bermain bisa membantu anak dalam hal ini dengan teknik-teknik tertentu.

7) Terapi Perilaku.
Anak autistik seringkali merasa frustrasi. Teman-temannya seringkali tidak memahami mereka, mereka merasa sulit mengekspresikan kebutuhannya, Mereka banyak yang hipersensitif terhadap suara, cahaya dan sentuhan. Tak heran bila mereka sering mengamuk. Seorang terapis perilaku terlatih untuk mencari latar belakang dari perilaku negatif tersebut dan mencari solusinya dengan merekomendasikan perubahan lingkungan dan rutin anak tersebut untuk memperbaiki perilakunya,

8) Terapi Perkembangan
Floortime, Son-rise dan RDI (Relationship Developmental Intervention) dianggap sebagai terapi perkembangan. Artinya anak dipelajari minatnya, kekuatannya dan tingkat perkembangannya, kemudian ditingkatkan kemampuan sosial, emosional dan Intelektualnya. Terapi perkembangan berbeda dengan terapi perilaku seperti ABA yang lebih mengajarkan ketrampilan yang lebih spesifik.

9) Terapi Visual
Individu autistik lebih mudah belajar dengan melihat (visual learners/visual thinkers). Hal inilah yang kemudian dipakai untuk mengembangkan metode belajar komunikasi melalui gambar-gambar, misalnya dengan metode PECS ( Picture Exchange Communication System). Beberapa video games bisa juga dipakai untuk mengembangkan ketrampilan komunikasi.

10) Terapi Biomedik
Terapi biomedik dikembangkan oleh kelompok dokter yang tergabung dalam DAN! (Defeat Autism Now). Banyak dari para perintisnya mempunyai anak autistik. Mereka sangat gigih melakukan riset dan menemukan bahwa gejala-gejala anak ini diperparah oleh adanya gangguan metabolisme yang akan berdampak pada gangguan fungsi otak. Oleh karena itu anak-anak ini diperiksa secara intensif, pemeriksaan, darah, urin, feses, dan rambut. Semua hal abnormal yang ditemukan dibereskan, sehingga otak menjadi bersih dari gangguan. Terrnyata lebih banyak anak mengalami kemajuan bila mendapatkan terapi yang komprehensif, yaitu terapi dari luar dan dari dalam tubuh sendiri (biomedis).